Oleh : Toni Yoyo, STP, MM, MT (Rabu, 10 Januari 2007, 21:13 WIB)
Dua orang Bos ‘berlomba’ menonjolkan kebodohan sopirnya. Bos A kemudian
memanggil sopirnya, “Sono, tolong beli mobil BMW seri terbaru dengan uang Rp
100 ribu ini”. “Baik Tuan”. Dengan cepat Sono berlalu.
Bos A dengan senyum kemenangan, “Tuh lihat sendiri kan betapa bodohnya sopir
saya”. “Ah itu sih belum apa-apa dibanding kebodohan sopirku”, sahut Bos B.
“Sunu, tolong cek apakah Bapak (Bos B) ada di rumah saat ini”. “Segera Tuan”
sahut Sunu. Diapun segera berlalu. Dengan tertawa keras Bos B memandang Bos A
untuk menunjukkan bahwa dialah yang menang dalam ‘pertandingan kebodohan’
ini.
Kedua sopir kemudian bertemu di jalan. Sono berkata, “Ampun deh Bosku itu
sangat tolol”. “Ah kamu sih belum tahu kalau Bosku jauh lebih tolol dibanding
Bosmu”, respon Sunu.
Tidak mau kalah Sono menyambung, “Bayangkan Bosku memberi uang Rp 100 ribu
untuk membeli BMW seri terbaru. Mana mungkin itu ???”. “Masa Bos tidak tahu
kalau hari ini hari Minggu. Mana ada show room yang buka sehingga aku bisa
membeli mobil BMW seri terbaru ?”.
“Iya.. ya benar juga. Tapi dengar dulu ceritaku sebelum kamu berpikir bahwa
Bosmulah yang paling bodoh”. “Masa Bosku minta tolong aku untuk mengecek
apakah dia yang saat ini bersama Bosmu di sini, ada di rumah saat ini ?. Aneh
sekali”. “Kan Bosku punya HP, kenapa dia tidak langsung telpon ke rumah untuk
menanyakan apakah dia ada di rumah atau tidak saat ini?”.
Mungkin kita akan tersenyum lebar membaca cerita di atas sambil berpikir
apakah benar ada orang sebodoh Sono dan Sunu, kedua sopir tersebut.
Dalam dunia nyata, kita sangat dekat dengan orang-orang ‘bodoh’ yang teriak
‘bodoh’ seperti kedua sopir yang mengatakan kedua Bos mereka bodoh tanpa
mereka mengerti bahwa sebenarnya mereka ‘lebih bodoh’. Bahkan, tanpa
bertendensi apapun, jangan-jangan kitapun termasuk kelompok ‘bodoh teriak
bodoh’ ini.
Banyak orang yang terbiasa mencela orang lain terutama karena kesalahan dan
kekurangan orang lain tersebut. Tidak jarang celaan itu muncul dari pikiran
iri, dengki, takut kalah, dan lain-lain penyakit pikiran yang banyak
menghinggapi orang jaman sekarang. Padahal setiap orang memiliki kelebihan
dan kekurangan. Ada keterbatasan dalam diri setiap orang. Tidak ada yang
sempurna segala-galanya. Apakah kita memiliki hak untuk mengatakan orang lain
bodoh, selalu salah, jelek, dan lain-lain yang tidak baik ? Bukankah kita
sendiri pasti pernah melakukan kesalahan dan ‘kebodohan’ sewaktu kita belum
‘sepintar’ saat ini ?
Bos A dan B juga termasuk kelompok ‘bodoh teriak bodoh’ karena
mempertandingkan kebodohan sopirnya. Mereka tidak sadar bahwa merekapun
dikatakan bodoh oleh kedua sopir yang dibodoh-bodohi oleh mereka walaupun
pemberian ‘cap bodoh’ oleh kedua sopir kepada kedua Bos dalam konteks yang
berbeda.
Kita perlu sering ‘berkaca’ dan mengevaluasi diri untuk terus melakukan
perbaikan terhadap diri sendiri baik dalam tataran pemahaman maupun perbuatan
langsung melalui pikiran, ucapan dan perbuatan.
Jangan habiskan waktu kita untuk mencari-cari kesalahan dan kekurangan orang
lain. Manfaatkan waktu tersebut untuk mengolah diri menjadi lebih baik dari
waktu ke waktu, untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kita menjadi
orang-orang yang punya daya saing tinggi untuk berkompetisi dalam dunia
bisnis atau profesional, dan sosial kemasyarakatan.
Pada akhirnya kita tidak akan terperosok ke dalam kelompok ‘bodoh teriak
bodoh’ dan bisa menjadi orang-orang yang ‘pintar’, yang tidak mudah
memberikan klaim atau label (terutama ‘bodoh’) kepada orang lain.
Penulis : Toni Yoyo, STP, MM, MT (toni_yoyo@yahoo.com)